Masyarakat Indonesia
merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam
berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam masyarakat
kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat kita
pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang
menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia.
Tidak ada satu masyarakat
pun yang tidak memiliki kebudayaan. Begitu pula sebaliknya tidak akan ada
kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Ini berarti begitu besar kaitan antara
kebudayaan dengan masyarakat.
Melihat realita bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural maka akan terlihat pula adanya
berbagai suku bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa inilah yang kemudian
mempunyai ciri khas kebudayaan yang beranekaragam. Suku Sunda merupakan salah
satu suku bangsa yang ada di Pulau Jawa. Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia,
suku Sunda memiliki karakteristik yang membedakannya dengan suku lain. Keunikan
karakteristik suku Sunda ini tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik
dari segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya.
Suku Sunda dengan
sekelumit kebudayaannya merupakan salah satu hal yang menarik untuk dipelajari secara
mendalam.
Suku Sunda adalah
kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia, dari Ujung
Kulon di ujung barat pulau Jawa hingga sekitar Brebes (mencakup wilayah
administrasi propinsi Jawa Barat, Banten, sebagian DKI Jakarta, dan sebagian
Jawa Tengah). Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di
Indonesia. Kerana letaknya yang berdekatan dengan ibu kota negara maka hampir
seluruh suku bangsa yang ada di Indonesia terdapat di provinsi ini. 65%
penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda yang merupakan penduduk asli provinsi
ini. Suku lainnya adalah Suku Jawa yang banyak dijumpai di daerah bagian utara
Jawa Barat, Suku Betawi banyak mendiami daerah bagian barat yang bersempadan
dengan Jakarta. Suku Minang dan Suku Batak banyak mendiami Kota-kota besar di
Jawa Barat, seperti Bandung, Cimahi, Bogor, Bekasi, dan Depok. Sementara itu
Orang Tionghoa banyak dijumpai hampir di seluruh daerah Jawa Barat.
A. KEBUDAYAAN SUKU SUNDA
Kebudayaan Sunda
merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa
Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Kebudayaan- kebudayaan
tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
1. KEPERCAYAAN
Hampir semua orang Sunda
beragama Islam. Hanya sebagian kecil yang tidak beragama Islam, diantaranya
orang-orang Baduy yang tinggal di Banten Tetapi juga ada yang beragama Katolik,
Kristen, Hindu, Budha. Selatan. Praktek-praktek sinkretisme dan mistik masih
dilakukan. Pada dasarnya seluruh kehidupan orang Sunda ditujukan untuk
memelihara keseimbangan alam semesta.Keseimbangan magis dipertahankan dengan
upacara-upacara adat, sedangkan keseimbangan sosial dipertahankan dengan
kegiatan saling memberi (gotong royong). Hal yang menarik dalam kepercayaan
Sunda, adalah lakon pantun Lutung Kasarung, salah satu tokoh budaya mereka,
yang percaya adanya Allah yang Tunggal (Guriang Tunggal) yang menitiskan
sebagian kecil diriNya ke dalam dunia untuk memelihara kehidupan manusia
(titisan Allah ini disebut Dewata). Ini mungkin bisa menjadi jembatan
untuk mengkomunikasikan Kabar Baik kepada mereka.
2. MATA PENCAHARIAN
Suku Sunda umumnya hidup
bercocok tanam. Kebanyakan tidak suka merantau atauhidup berpisah dengan
orang-orang sekerabatnya. Kebutuhan orang Sunda terutama adalah hal
meningkatkan taraf hidup. Menurut data dari Bappenas (kliping Desember 1993) di
Jawa Barat terdapat 75% desa miskin. Secara umum kemiskinan di Jawa Barat
disebabkan oleh kelangkaan sumber daya manusia. Maka yang dibutuhkan adalah
pengembangan sumber daya manusia yang berupa pendidikan, pembinaan, dll.
3. KESENIAN
KIRAB HELARAN
Kirap helaran atau yang
disebut sisingaan adalah suatu jenis kesenian tradisional atau seni pertunjukan
rakyat yang dilakukan dengan arak-arakan dalam bentuk helaran. Pertunjukannya
biasa ditampilkan pada acara khitanan atau acara-acara khusus seperti ;
menyambut tamu, hiburan peresmian, kegiatan HUT Kemerdekaan RI dan kegiatan
hari-hari besar lainnya.
KARYA SASTRA
Di bawah ini disajikan
daftar karya sastra dalam bahasa Jawa yang berasal dari daerah kebudayaan
Sunda. Daftar ini tidak lengkap, apabila para pembaca mengenal karya sastra
lainnya dalam bahasa Jawa namun berasal dari daerah Sunda,
1. Babad Cerbon
2. Cariosan Prabu Siliwangi
3. Carita Ratu Galuh
4. Carita Purwaka Caruban Nagari
5. Carita Waruga Guru
6. Kitab Waruga Jagat
7. Layang Syekh Gawaran
8. Pustaka Raja Purwa
9. Sajarah Banten
10. Suluk Wuyung Aya
11. Wahosan Tumpawarang
12. Wawacan Angling Darma
13. Wawacan Syekh Baginda Mardan
14. Kitab Pramayoga/jipta Sara
SENI TARI
a. TARI JAIPONGAN
Tanah Sunda (Priangan)
dikenal memiliki aneka budaya yang unik dan menarik, Jaipongan adalah salah
satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini. Jaipongan atau Tari Jaipong sebetulnya
merupakan tarian yang sudah moderen karena merupakan modifikasi atau
pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yaituKetuk Tilu.Tari
Jaipong ini dibawakan dengan iringan musik yang khas pula, yaituDegung.
Musik ini merupakan kumpulan beragam alat musik seperti Kendang, Go’ong, Saron,
Kacapi, dsb. Degung bisa diibaratkan ‘Orkestra’ dalam musik Eropa/Amerika. Ciri
khas dari Tari Jaipong ini adalah musiknya yang menghentak, dimana alat musik
kendang terdengar paling menonjol selama mengiringi tarian. Tarian ini biasanya
dibawakan oleh seorang, berpasangan atau berkelompok. Sebagai tarian yang
menarik, Jaipong sering dipentaskan pada acara-acara hiburan, selamatan atau
pesta pernikahan.
b. TARI MERAK
Sebenarnya di tanah Jawa
ada beberapa tarian Merak, karena saya orang sunda jadi saya kupas sedikit
tentang tarian ini.
Tari Merak merupakan
tarian kreasi baru tanah Pasundan yang diciptakan oleh seorang koreografer
bernama Raden Tjetjep Somantri pada tahun 1950an, dan tahun 1965 dibuat
koreografi baru oleh dra. Irawati Durban Arjon dan di revisi kembali pada tahun
1985 dan diajarkan kepada Romanita Santoso pada tahun 1993 oleh dra. Irawati
langsung.
Tari Merak sebenarnya
menggambarkan tentang tingkah laku burung Merak jantan dengan keindahan bulu
ekornya, banyak orang salah memperkirakan bahwa tarian ini tentang tingkah laku
Merak betina.
Seperti halnya
burung-burung lain burung Merak jantan akan berlomba-lomba menampilkan
keindahan ekornya untuk menarik hati merak betina.
Merak jantan yang pesolek
akan melenggang dengan bangga mempertontonkan keindahan bulu ekornya yang
panjang dan berwarna-warni untuk mencari pasangannya, dengan gayanya yang
anggun dan mempesona.
Tingkah laku burung Merak
inilah yang divisualisasikan menjadi tarian Merak yang menggambarkan keceriaan,
keanggunan gerak.
Pesona bulu ekor yang
berwarna-warni diimplementasikan dalam kostum yang indah dengan sayap yang
seluruhnya diberikan payet, dan hiasan kepala (mahkota) yang disebut “sigeur”
dengan hiasan berbentuk kepala burung merak yang akan bergoyang mengikuti
gerakan kepala sang penari.
Tarian ini sendiri banyak
ditarikan di beberapa even baik Nasional maupun perkenalan budaya di luar
negeri, bahkan tarian Merak ditampilkan juga sebagai tari persembahan dan
penyambutan pengantin.
c. TARI TOPENG
SENI MUSIK DAN SUARA
Selain seni tari, tanah
Sunda juga terkenal dengan seni suaranya. Dalam memainkan Degung biasanya
ada seorang penyanyi yang membawakan lagu-lagu Sunda dengan nada dan alunan
yang khas. Penyanyi ini biasanya seorang wanita yang dinamakan Sinden. Tidak
sembarangan orang dapat menyanyikan lagu yang dibawakan Sindenkarena nada dan
ritme-nya cukup sulit untuk ditiru dan dipelajari.Dibawah ini salah salah satu
musik/lagu daerah Sunda :
1. Bubuy Bulan
2. Es Lilin
3. Manuk Dadali
4. Tokecang
5. Warung Pojok
WAYANG GOLEK
Jepang boleh terkenal
dengan ‘Boneka Jepangnya’, maka tanah Sunda terkenal dengan kesenian Wayang
Golek-nya. Wayang Golek adalah pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari
kayu dan dimainkan oleh seorang sutradara merangkap pengisi suara yang disebut
Dalang. Seorang Dalang memiliki keahlian dalam menirukan berbagai
suara manusia. Seperti halnya Jaipong, pementasan Wayang Golek diiringi musik
Degung lengkap dengan Sindennya. Wayang Golek biasanya dipentaskan pada acara
hiburan, pesta pernikahan atau acara lainnya. Waktu pementasannya pun unik,
yaitu pada malam hari (biasanya semalam suntuk) dimulai sekitar pukul 20.00 –
21.00 hingga pukul 04.00 pagi. Cerita yang dibawakan berkisar pada pergulatan
antara kebaikan dan kejahatan (tokoh baik melawan tokoh jahat). Ceritanya
banyak diilhami oleh budaya Hindu dari India, seperti Ramayana atau Perang Baratayudha.
Tokoh-tokoh dalam cerita mengambil nama-nama dari tanah India.Dalam Wayang
Golek, ada ‘tokoh’ yang sangat dinantikan pementasannya yaitu kelompok yang
dinamakan Purnakawan, seperti Dawala dan Cepot. Tokoh-tokoh ini
digemari karena mereka merupakan tokoh yang selalu memerankan peran lucu
(seperti pelawak) dan sering memancing gelak tawa penonton. Seorang Dalang yang
pintar akan memainkan tokoh tersebut dengan variasi yang sangat menarik.
ALAT MUSIK
1.
Calung
Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe dari
angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara
menabuh calung adalah dengan mepukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas
(tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la).
Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam),
namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
2.
Angklung
Angklung adalah sebuah alat atau waditra kesenian yang terbuat
dari bambu khusus yang ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna sekitar tahun 1938.
Ketika awal penggunaannya angklung masih sebatas kepentingan kesenian local
atau tradisional
3. Ketuk Tilu
Ketuk Tilu adalah suatu tarian pergaulan dan sekaligus hiburan
yang biasanya diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara hiburan
penutup kegiatan atau diselenggrakan secara khusus di suatu tempat yang cukup
luas. Pemunculan tari ini di masyarakat tidak ada kaitannya dengan adat
tertentu atau upacara sakral tertentu tapi murni sebagai pertunjukan hiburan
dan pergaulan. Oleh karena itu tari ketuk tilu ini banyak disukai masyarakat
terutama di pedesaan yang jarang kegiatan hiburan.
4. Seni Bangreng
Seni Bangreng adalah pengembangan dari seni “Terbang” dan
“Ronggeng”. Seni terbang itu sendiri merupakan kesenian yang menggunakan
“Terbang”, yaitu semacam rebana tetapi besarnya tiga kali dari alat rebana.
Dimainkan oleh lima pemain dan dua orang penabu gendang besar dan kecil.
5. Rengkong
Rengkong adalah salah satu kesenian tradisional yang diwariskan
oleh leluhur masyarakat Sunda. Muncul sekitar tahun 1964 di daerah Kabupaten
Cianjur dan orang yang pertama kali memunculkan dan mempopulerkannya adalah H.
Sopjan. Bentuk kesenian ini sudah diambil dari tata cara masyarakat sunda
dahulu ketika menanam padi sampai dengan menuainya
6. Kuda renggong
Kuda Renggong atau Kuda Depok ialah salah satu
jenis kesenian helaran yang terdapat di Kabupaten Sumedang, Majalengka dan
Karawang. Cara penyajiannya yaitu, seekor kuda atau lebih di hias warna-warni,
budak sunat dinaikkan ke atas punggung kuda tersebut, Budak sunat tersebut
dihias seperti seorang Raja atau Satria, bisa pula meniru pakaian para Dalem
Baheula, memakai Bendo, takwa dan pakai kain serta selop.
7. Kecapi Suling
Kacapi Suling adalah salah satu jenis kesenian Sunda yang
memadukan suara alunan Suling dengan Kacapi (kecapi), iramanya sangat merdu
yang biasanya diiringi oleh mamaos (tembang) Sunda yang memerlukan cengkok/
alunan tingkat tinggi khas Sunda. Kacapi Suling berkembang pesat di daerah
Cianjur dan kemudian menyebar kepenjuru Parahiangan Jawa Barat dan seluruh
dunia.
4. SISTEM KEKERABATAN
Sistem keluarga dalam
suku Sunda bersifat parental, garis keturunan ditarik dari pihak ayah dan ibu
bersama. Dalam keluarga Sunda, ayah yang bertindak sebagai kepala keluarga.
Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi
adat istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda.Dalam suku Sunda
dikenal adanya pancakaki yaitu sebagai istilah-istilah untuk
menunjukkan hubungan kekerabatan. Dicontohkannya, pertama, saudara yang
berhubungan langsung, ke bawah, dan vertikal. Yaitu anak, incu (cucu), buyut
(piut), bao, canggahwareng atau janggawareng, udeg-udeg,
kaitsiwur atau gantungsiwur. Kedua, saudara yang
berhubungan tidak langsung dan horizontal seperti anak paman, bibi, atau uwak,
anak saudara kakek atau nenek, anak saudara piut. Ketiga, saudara
yang berhubungan tidak langsung dan langsung serta vertikal seperti keponakan
anak kakak, keponakan anak adik, dan seterusnya. Dalam bahasa Sunda dikenal
pula kosa kata sajarah dan sarsilah (salsilah,
silsilah) yang maknanya kurang lebih sama dengan kosa kata sejarah dan silsilah
dalam bahasa Indonesia. Makna sajarah adalah susun galur/garis
keturunan.
5. BAHASA
SEJARAH & PENYEBARAN
Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di sebelah barat pulau Jawa,
di daerah yang dijuluki Tatar Sunda. Namun demikian, bahasa Sunda juga
dipertuturkan di bagian barat Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Brebes dan
Cilacap. Banyak nama-nama tempat di Cilacap yang masih merupakan nama Sunda dan
bukan nama Jawa seperti Kecamatan Dayeuhluhur, Cimanggu, dan sebagainya.
Ironisnya, nama Cilacap banyak yang menentang bahwa ini merupakan nama Sunda.
Mereka berpendapat bahwa nama ini merupakan nama Jawa yang “disundakan”, sebab
pada abad ke-19 nama ini seringkali ditulis sebagai “Clacap”.
Selain itu menurut beberapa pakar bahasa Sunda sampai sekitar
abad ke-6 wilayah penuturannya sampai di sekitar Dataran Tinggi Dieng di Jawa
Tengah, berdasarkan nama “Dieng” yang dianggap sebagai nama Sunda (asal kata
dihyang yang merupakan kata bahasa Sunda Kuna). Seiring mobilisasi warga suku
Sunda, penutur bahasa ini kian menyebar. Misalnya, di Lampung, di Jambi, Riau
dan Kalimantan Selatan banyak sekali, warga Sunda menetap di daerah baru
tersebut.
Bahasa Sunda dituturkan oleh sekitar 27 juta orang dan merupakan
bahasa dengan penutur terbanyak kedua di Indonesia setelah Bahasa Jawa. Sesuai
dengan sejarah kebudayaannya, bahasa Sunda dituturkan di provinsi Banten
khususnya di kawasan selatan provinsi tersebut, sebagian besar wilayah Jawa
Barat (kecuali kawasan pantura yang merupakan daerah tujuan urbanisasi dimana
penutur bahasa ini semakin berkurang), dan melebar hingga batas Kali Pemali
(Cipamali) di wilayah Brebes, Jawa Tengah.
Dialek bahasa Sunda
Dialek (basa wewengkon) bahasa Sunda beragam, mulai dari dialek
Sunda-Banten, hingga dialek Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur bahasa
Jawa. Para pakar bahasa biasanya membedakan enam dialek yang berbeda.
Dialek-dialek ini adalah:
* Dialek Barat
* Dialek Utara
* Dialek Selatan
* Dialek Tengah Timur
* Dialek Timur Laut
* Dialek Tenggara
Dialek Barat dipertuturkan di daerah
Banten selatan.
Dialek Utara mencakup daerah Sunda
utara termasuk kota Bogor dan beberapa bagian Pantura.
Dialek Selatan adalah dialek
Priangan yang mencakup kota Bandung dan sekitarnya.
Dialek Tengah Timur adalah dialek di
sekitar Majalengka.
Dialek Timur Laut adalah dialek
di sekitar Kuningan, dialek ini juga dipertuturkan di beberapa bagian Brebes,
Jawa Tengah.
Dialek Tenggara adalah dialek sekitar Ciamis.
Saat ini Bahasa Sunda ditulis dengan Abjad Latin.
- Ada lima suara
vokal murni (a, é, i, o, u)
- dua vokal netral, (e (pepet) dan eu (ɤ),dan tidak ada diftong.
- Fonem konsonannya
ditulis dengan huruf p, b, t,
d, k, g, c, j, h, ng, ny, m, n, s, w, l, r, dan y.
- Konsonan lain yang
aslinya muncul dari bahasa Indonesia diubah menjadi konsonan utama: f ->
p, v -> p, sy -> s, sh -> s, z -> j, and kh -> h.
UNDAK – USUK
Karena pengaruh budaya Jawa pada masa kekuasaan kerajaan
Mataram-Islam, bahasa Sunda – terutama di wilayah Parahyangan – mengenal
undak-usuk atau tingkatan berbahasa, mulai dari bahasa halus, bahasa
loma/lancaran, hingga bahasa kasar. Namun, di wilayah-wilayah
pedesaan/pegunungan dan mayoritas daerah Banten, bahasa Sunda loma (bagi
orang-orang daerah Bandung terdengar kasar) tetap dominan.
Di bawah ini disajikan beberapa contoh :
TEMPAT
** Bahasa Indonesia **
di atas ..
di belakang ..
di bawah ..
di dalam ..
di luar ..
di samping ..
di antara ..
dan ..
** Bahasa Sunda(normal) **
Di tukang ..
Di luhur..
Di handap ..
Di jero ..
Di luar ..
Di samping ..
Di antara ..
Jeung ..
** Bahasa Sunda(sopan/lemes) **
di pengker ..
di luhur ..
di handap ..
di lebet ..
di luar ..
di gigir ..
di antawis ..
sareng ..
WAKTU
** Bahasa Indonesia **
Sebelum ..
Sesudah ..
Ketika ..
Besok ..
** Bahasa Sunda(normal) **
Saacan ..
Sanggeus ..
Basa ..
Isukan ..
** Bahasa Sunda(sopan/lemes) **
Sateuacan ..
Saparantos ..
Nalika ..
Enjing ..
LAIN – LAIN
Bahasa Indonesia
Dari
Ada
Tidak
Saya
Bahasa Sunda(normal)
Tina
Aya
Embung
Urang
Bahasa Sunda(sopan/lemes)
Tina
Nyondong
Alim
Abdi
BILANGAN dalam BAHASA SUNDA
Bilangan Lemes
1 hiji
2 dua
3 tilu
4 opat
5 lima
6 genep
7 tujuh
8 dalapan
9 salapan
10 sapuluh
TRADISI TULISAN
Bahasa Sunda memiliki catatan tulisan sejak milenium kedua, dan
merupakan bahasa Austronesia ketiga yang memiliki catatan tulisan tertua,
setelah bahasa Melayu dan bahasa Jawa. Tulisan pada masa awal menggunakan
aksara Pallawa. Pada periode Pajajaran, aksara yang digunakan adalah aksara
Sunda Kaganga. Setelah masuknya pengaruh Kesultanan Mataram pada abad ke-16,
aksara hanacaraka (cacarakan) diperkenalkan dan terus dipakai dan diajarkan di
sekolah-sekolah sampai abad ke-20. Tulisan dengan huruf latin diperkenalkan
pada awal abad ke-20 dan sekarang mendominasi sastra tulisan berbahasa Sunda.
6. ADAT ISTIADAT
UPACARA ADAT PERKAWINAN
SUKU SUNDA
Adat Sunda merupakan
salah satu pilihan calon mempelai yang ingin merayakan pesta pernikahannya.
Khususnya mempelai yang berasal dari Sunda. Adapun rangkaian acaranya dapat
dilihat berikut ini.
1. Nendeun Omong, yaitu pembicaraan orang tua atau utusan pihak
pria yang berminat mempersunting seorang gadis.
2. Lamaran. Dilaksanakan orang tua calon pengantin beserta keluarga
dekat. Disertai seseorang berusia lanjut sebagai pemimpin upacara. Bawa
lamareun atau sirih pinang komplit, uang, seperangkat pakaian wanita sebagai
pameungkeut (pengikat). Cincin tidak mutlak harus dibawa. Jika dibawa, bisanya
berupa cincin meneng, melambangkan kemantapan dan keabadian.
3. Tunangan. Dilakukan ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu penyerahan
ikat pinggang warna pelangi atau polos kepada si gadis.
4. Seserahan (3 – 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria
membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan
lain-lain.
5. Ngeuyeuk seureuh (opsional, Jika ngeuyeuk seureuh tidak
dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah.)
·
Dipimpin pengeuyeuk.
·
Pengeuyek mewejang kedua
calon pengantin agar meminta ijin dan doa restu kepada kedua orang tua serta
memberikan nasehat melalui lambang-lambang atau benda yang disediakan berupa
parawanten, pangradinan dan sebagainya.
·
Diiringi lagu kidung oleh
pangeuyeuk
·
Disawer beras, agar hidup
sejahtera.
·
dikeprak dengan sapu lidi
disertai nasehat agar memupuk kasih sayang dan giat bekerja.
·
Membuka kain putih
penutup pengeuyeuk. Melambangkan rumah tangga yang akan dibina masih bersih dan
belum ternoda.
·
Membelah mayang jambe dan
buah pinang (oleh calon pengantin pria). Bermakna agar keduanya saling
mengasihi dan dapat menyesuaikan diri.
·
Menumbukkan alu ke dalam
lumpang sebanyak tiga kali (oleh calon pengantin pria).
6. Membuat lungkun. Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan.
Digulung menjadi satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua
orang tua dan para tamu yang hadir. Maknanya, agar kelak rejeki yang diperoleh
bila berlebihan dapat dibagikan kepada saudara dan handai taulan.
7. Berebut uang di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan
berlomba mencari rejeki dan disayang keluarga.
8. Upacara Prosesi Pernikahan
· Penjemputan calon
pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita
· Ngabageakeun, ibu calon
pengantin wanita menyambut dengan pengalungan bunga melati kepada calon
pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua calon pengantin wanita
untuk masuk menuju pelaminan.
· Akad nikah, petugas KUA,
para saksi, pengantin pria sudah berada di tempat nikah. Kedua orang tua
menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu didudukkan di sebelah kiri
pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang berarti penyatuan dua
insan yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat kedua mempelai akan
menandatangani surat nikah.
·
Sungkeman,
·
Wejangan, oleh ayah
pengantin wanita atau keluarganya.
· Saweran, kedua pengantin didudukkan
di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer dinyanyikan. Pantun berisi petuah
utusan orang tua pengantin wanita. Kedua pengantin dipayungi payung besar
diselingi taburan beras kuning atau kunyit ke atas payung.
·
Meuleum harupat,
pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat disiram pengantin
wanita dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin pria.
·
Nincak endog, pengantin
pria menginjak telur dan elekan sampai pecah. Lantas kakinya dicuci dengan air
bunga dan dilap pengantin wanita.
Buka pintu. Diawali
mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutan dari
dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka.
Pengantin masuk menuju pelaminan
Secara tradisional rumah orang Sunda berbentuk panggung
dengan ketinggian 0,5 m - 0,8 m atau 1 meter di atas permukaan tanah. Pada
rumah-rumah yang sudah tua usianya, tinggi kolong ada yang mencapai 1,8 meter.
Kolong ini sendiri umumnya digunakan untuk tempat mengikat binatang-binatang
peliharaan seperti sapi, kuda, atau untuk menyimpan alat-alat pertanian seperti
cangkul, bajak, garu dan sebagainya. Untuk naik ke rumah disediakan tangga yang
disebut Golodog yang terbuat dari kayu atau bambu, yang biasanya terdiri tidak
lebih dari tiga anak tangga. Golodog berfungsi juga untuk membersihkan kaki
sebelum naik ke dalam rumah.
Rumah adat Sunda sebenarnya memiliki nama yang berbeda-beda
bergantung pada bentuk atap dan pintu rumahnya. Secara tradisional ada atap
yang bernama suhunan Jolopong, Tagong Anjing, Badak Heuay, Perahu Kemureb,
Jubleg Nangkub, Capit Gunting, dan Buka Pongpok. Dari kesemuanya itu, Jolopong
adalah bentuk yang paling sederhana dan banyak dijumpai di daerah-daerah cagar
budaya atau di desa-desa.
Jolopong memiliki dua bidang atap yang dipisahkan oleh jalur
suhunan di tengah bangunan rumah. Batang suhunan sama panjangnya dan sejajar
dengan kedua sisi bawah bidang atap yang sebelah menyebelah, sedangkan lainnya
lebih pendek dibanding dengan suhunan dan memotong tegak lurus di kedua ujung
suhunan itu.
Interior yang dimiliki Jolopong pun sangat efisien. Ruang Jolopong
terdiri atas ruang depan yang disebut emper atau tepas; ruangan tengah disebut
tengah imah atau patengahan; ruangan samping disebut pangkeng (kamar); dan
ruangan belakang yang terdiri atas dapur yang disebut pawon dan tempat
menyimpan beras yang disebut padaringan. Ruangan yang disebut emper berfungsi
untuk menerima tamu. Dulu, ruangan ini dibiarkan kosong tanpa perkakas atau
perabot rumah tangga seperti meja, kursi, ataupun bale-bale tempat duduk. Jika
tamu datang barulah yang empunya rumah menggelarkan tikar untuk duduk tamu.
Seiring waktu, kini sudah disediakan meja dan kursi bahkan peralatan lainnya.
Ruang balandongan berfungsi untuk menambah kesejukan bagi penghuni rumah. Untuk
ruang tidur, digunakan Pangkeng. Ruangan sejenis pangkeng ialah jobong atau
gudang yang digunakan untuk menyimpan barang atau alat-alat rumah tangga.
Ruangan tengah digunakan sebagai tempat berkumpulnya keluarga dan sering
digunakan untuk melaksanakan upacara atau selamatan dan ruang belakang (dapur)
digunakan untuk memasak.
Ditilik dari segi filosofis, rumah tradisional milik
masyarakat Jawa Barat ini memiliki pemahaman yang sangat mengagumkan. Secara
umum, nama suhunan rumah adat orang Sunda ditujukan untuk menghormati alam
sekelilingnya. Hampir di setiap bangunan rumah adat Sunda sangat jarang
ditemukan paku besi maupun alat bangunan modern lainnya. Untuk penguat antar
tiang digunakan paseuk (dari bambu) atau tali dari ijuk ataupun sabut kelapa,
sedangkan bagian atap sebagai penutup rumah menggunakan ijuk, daun kelapa, atau
daun rumia, karena rumah adat Sunda sangat jarang menggunakan genting. Hal
menarik lainnya adalah mengenai material yang digunakan oleh rumah itu sendiri.
Pemakaian material bilik yang tipis dan lantai panggung dari papan kayu atau
palupuh tentu tidak mungkin dipakai untuk tempat perlindungan di komunitas
dengan peradaban barbar. Rumah untuk komunitas orang Sunda bukan sebagai
benteng perlindungan dari musuh manusia, tapi semata dari alam berupa hujan,
angin, terik matahari dan binatang.
KESIMPULAN
Suku Sunda merupakan
salah satu suku bangsa yang ada di Jawa. Suku Sunda memiliki karakteristik yang
unik yang membedakannya dengan masyarakat suku lain. Kekharakteristikannya itu
tercermin dari kebudayaan yang dimilikinya baik dari segi agama, bahasa,
kesenian, adat istiadat, mata pencaharian, dan lain sebagainya.
Kebudayaan yang dimiliki
suku Sunda ini menjadi salah satu kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
yang perlu tetap dijaga kelestariannya. Dengan membuat makalah suku Sunda ini
diharapkan dapat lebih mengetahui lebih jauh mengenai kebudayaan suku Sunda
tersebut dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan yang pada kelanjutannya
dapat bermanfaat dalam dunia kependidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar