Rabu, 02 November 2011

Prasangka, Diskriminasi dan Etnosenteris

TUGAS ILMU SOSIAL DASAR


PRASANGKA,DISKRIMINASI DAN ETNOSENTERIS


DISKRIMINASI NEGARA TERHADAP ETNIS PAPUA


     Walaupun keberadaan etnis Papua di Indonesia sudah lama sejak pepera 1969, namun keberadaan mereka sebagai bagian dari bangsa Indonesia masih menyisakan banyak permasalahan diskriminasi rasial antara lain dalam hal perlakuan status derajat di Negara Republik Indonesia . Permasalahan sebagian etnis Papua yang diperlakukan sebagai yang terkebelakang (tanpa memberi kesamaan derajat).

Permasalahan Etnis Papua Yang Diperlakukan Sebagai Warga yang terkebelakang (tak berderajat)

Selain permasalahan ketidak samaan derajat, praktek diskriminasi rasial terhadap kelompok etnis Papua di Indonesia adalah permasalahan masih adanya kelompok etnis Papua yang diperlakukan sebagai orang takberderajat

      General Recommendation No. 23: Indigenous Peoples : 18/08/97. Point 1 menyatakan bahwa “ In the practice of the Committee on the Elimination of Racial Discrimination, in particular in the examination of reports of States parties under article 9 of the International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination, the situation of indigenous peoples has always been a matter of close attention and concern. In this respect, the Committee has consistently affirmed that discrimination against indigenous peoples falls under the scope of the Convention and that all appropriate means must be taken to combat and eliminate such discrimination”.

     Dalam general recommnendation point 1 tersebut jelas menyatakan bahwa ‘...the situation of indigenous peoples has always been a matter of close attention and concern. In this respect, the Committee has consistently affirmed that discrimination against indigenous peoples falls under the scope of the Convention and that all appropriate means must be taken to combat and eliminate such discrimination”. Point ini mendasari bahwa persolan diskriminasi terhadap Masyarakat Adat juga dapat masuk dalam ruang lingkup ICERD.

     Sebuah pertemuan di Tanah Toraja pada tahun 1993, mendefenisikan masyarakat adat sebagai kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul (secara turun temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, politik, budaya, sosial dan budaya sendiri. Kingsbury (1995:33) memberikan ciri kelompok-kelompok yang disebut sebagai kelompok masyarakat adat.

     Salah satu ciri yang disebut adalah adanya keterkaitan yang panjang (lama) dengan wilayahnya. Selain ciri tersebut, kelompok-kelompok masyarakat adat dapat dikenali dari ciri-ciri seperti: adanya pertalian budaya yang dekat dengan suatu areal pertanahan atau teritori tertentu, keberlanjutan sejarah dengan penghuni-penghuni tanah sebelumnya, perbedaan-perbedaan sosio ekonomi dan sosio kultural dengan penduduk di sekitarnya, karakteristik bahasa, ras, kebudayaan materiil dan spiritual dan sebagainya yang berbeda, dan dianggap sebagai “indigenous” oleh penduduk sekitarnya.
Bentuk Diskriminasi Terhadap Masyarakat Adat di Papua

     Dalam hal ini, bentuk diskriminasi rasial yang terjadi di Indonesia terjadi dalam 4 (empat) hal yaitu dalam kasus Perampasan Tanah/sumber daya alam, Kebijakan Pembangunan, Politik Pencitraan dan Diskriminasi akibat Regulasi Negara
Perampasan Tanah dan Sumber Daya Alam: Awal Bencana bagi Masyarakat Adat di Papua

     Secara umum, hak-hak masyarakat adat yang mendapat perlakuan diskriminastif adalah hak-hak yang berhubungan dengan tanah dan sumber daya alam yang merupakan wilayah adat. Sumbernya adalah penaifan keberadaan mereka yang menimbulkan pembatasan, dan pengecualian sehingga menimbulkan dampak pada rusaknya hak–hak mereka terutama berbasiskan pada identitas.

     Dari ciri-ciri masyarakat adat di Papua, hubungan mereka dengan tanah dan wilayah adat merupakan kunci dari keutuhan mereka sebagai masyarakat adat. Hal itu dikarenakan tanah merupakan satu-satunya ruang yang merupakan tempat bagi masyarakat adat untuk mengekspresikan dirinya. Tanah bagi masyarakat adat selain merupakan ruang ekspresi yang menghubungkan mereka dengan keyakinan, sejarah, budaya dan bahasa, tanah juga merupakan satu-satunnya ruang yang dapat mereka pergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

     Secara umum juga, praktek yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tidak sesuai dengan General Recommendation point 5, “ The Committee especially calls upon States parties to recognize and protect the rights of indigenous peoples to own, develop, control and use their communal lands, territories and resources and, where they have been deprived of their lands and territories traditionally owned or otherwise inhabited or used without their free and informed consent, to take steps to return those lands and territories. Only when this is for factual reasons not possible, the right to restitution should be substituted by the right to just, fair and prompt compensation. Such compensation should as far as possible take the form of lands and territories.

     Selanjutnya problematika yang dihadapi oleh masyarakat adat di Papua khususnya perampasan tanah dan sumber daya alam yang menimbulkan efek terancamnya identitas mereka. Hal ini juga bagian dari diskriminasi. Dalam konteks ini laporan merupakan alternatif memuat yang bagaimana kondisi masyarakat adat Papua yang mengalami tindakan diskriminasi yang pada akhirnya menimbulkan dampak terancamnya identitas mereka, terutama berbasiskan masalah perampasan tanah baik oleh negara mapun oleh perusahaan.  Contohnya seperti penebangan hutan sagu di merauke yang dialihfungsikan menjadi sawah padi disertai dengan pengiriman transmigrasi dari pulau jawa.

     Fakta yang dialami oleh masyarakat adat di Papua sangat memprihatinkan. Mereka secara sistematis terus menerus mengalami diskriminasi, terutama hilangnya akses mereka terhadap tanah dan sumber daya alam, yang berarti pembatasan dan pengrusakan terhadap ekspresi identitas masyarakat adat. Ini terjadi karena paradigma pengelolaan tanah dan sumber daya alam yang dikembangkan didasarkan pada konsep developmentalisme. Developmentalisme mensayaratkan adanya ketersediaan sumber daya alam. Untuk keperluan itu, negara mencaplok kepemilikan masyarakat adat atas Tanah Ulayat (pada umumnya, kepemilikan masyarakat adat didasarkan pada klaim historis). Hak Menguasai Negara (HMN) terhadap bumi, air, dan sumber daya alam lainnya, dimana pengelolaannya diserahkan pada sektor privat yang tentu saja mengutamakan keuntungan ekonomi pribadinya daripada kesejahteraan masyarakat. Dengan tafsir yang keliru tersebut, Negara menjadikan tanah-tanah ulayat masyarakat adat sebagai perkebunan skala besar yang kepemilikannya diserahkan pada kolaborasi pengusaha dan penguasa (pemerintah). Bahkan tanah ulayat masyarakat adat, yang beberapa diantaranya merupakan Hutan Lindung kemudian diberikan kepada sektor pertambangan swasta. Pengelolaan tanah dan sumber daya alam yang didasarkan pada paradigma developmentalisme di Indonesia , tak dapat dipungkiri telah mendiskriminasi masyarakat adat Papua dari hak-hak mereka atas tanah dan sumber daya alam.

solusi untuk pencegahan diskriminasi pada etnis Papua :
  • Membiarkan pengelolaan sumber daya alam dan lainnya dikelola secara penuh oleh masyarakat Papua.
  • Memberikan kepemilikan masyarakat adat atas Tanah Ulayat (pada umumnya, kepemilikan masyarakat adat didasarkan pada klaim historis)
  • Mengakui keberadaan etnis Papua dan memberi perlakuan status derajat yang sama di Negara Republik Indonesia.


Nama  : Tuti Liawati
Kelas : 5 KA26
NPM   :17110405


Tidak ada komentar:

Posting Komentar